Jumat, 27 November 2009

Jumat, 20 November 2009

INFO TENTANG PROGRAM ADIWIYATA

PROGRAM ADIWIYATA
SEKOLAH PEDULI DAN BERBUDAYA LINGKUNGAN

Kata Adiwiyata berasal dari kata Sansekerta ADI dan WIYATA. Adi mempunyai makna : besar, agung, baik, ideal atau sempurna, sedangkan Wiyata bermakna : tempat dimana seseorang mendapatkan ilmu pengetahuan, noema, etika dalam berkehidupan sosial.
Bila kedua kata tersebut digabung maka secara keseluruhan maknanya adalah tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi daasr manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup kita dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.

Tujuan Program Adiwiyata ini adalah untuk menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah (guru, murid dan pekerja lainnya), sehingga upaya-upaya penyelamatan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan.

Program ini merupakan salah satu Program Kementerian Negara Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Program ini digulirkan untuk mengajak warga sekolah berpartisipasi melestarikan dan menjaga lingkungan hidup disekolah dan lingkungan disekitarnya. Kegiatan utamanya adalah mewujudkan kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia.

Program dan kegiatan Sekolah adiwiyata dikembangkan berdasarkan norma-norma dasar
dalam kehidupan yang meliputi antara lain :
• Kebersamaan
• Keterbukaan
• Kesetaraan
• Kejujuran
• Keadilan
• Kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya alam.

INFO TENTANG TEKNOLOGI TEPAT GUNA

LAMPIRAN
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 3 Tahun 2001
TANGGAL : 9 Maret 2001
PEDOMAN PELAKSANAAN
PENERAPAN DAN PENGEMBANGAN
TEKNOLOGI TEPAT GUNA

I. UMUM

1. Dalam Instruksi Presiden ini yang dimaksud dengan:

a. Teknologi Tepat Guna adalah teknologi yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, dapat menjawab permasalahan masyarakat, tidak merusak lingkungan, dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara mudah serta menghasilkan nilai tambah dari aspek ekonomi dan aspek lingkungan hidup.

b. Penerapan Teknologi Tepat Guna adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan untuk mempercepat alih teknologi dari pencipta atau pemilik kepada pengguna teknologi.

c. Pengembangan Teknologi Tepat Guna adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas dalam bentuk desain, fungsi, dan manfaat dari suatu teknologi melalui proses penelitian, pengkajian, uji coba, dan fasilitasi.

d. Pemberdayaan Masyarakat adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan masyarakat mampu membangun diri dan lingkungannya secara mandiri.

e. Kawasan Perdesaan dan Kawasan Perkotaan adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

f. Kelompok Masyarakat adalah kumpulan penduduk pengangguran, setengah pengangguran, putus sekolah, keluarga miskin yang melakukan usaha ekonomi produktif untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

g. Desa/Kelurahan adalah Desa/Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.

KOMPOS

Pengomposan

Terkait dengan metode daur ulang sampah organik, dibagi menjadi 3
yaitu pertama pengomposan, kedua methanetion, dan ketiga pakan
ternak. Sementara untuk pengomposan, banyak variasi dari metode ini
yang dilakukan oleh masyarakat di berbagai kota seperti metode aerob,
metode cacing (produksi kompos dengan bantuan cacing untuk
mempercepat proses bio-degradasi) dan metode konvensional.
Meskipun mereka dapat memproduksi kompos tetapi lebih untuk
kebutuhan mereka sendiri ketimbang memasarkannya untuk pertanianatau perkebunan

Pengomposan pada rumah tangga:
Pertama-tama, pisahkan sampah-sampah yang baru. Ada suatu
metode dengan drum atau bak bekas yang bagian atas dan
bawahnya terbuka dan bagian dasarnya menyentuh tanah;
masukkan sampah-sampah baru ke dalam drum kemudian tutupi
dengan tanah dan ulangi proses ini untuk sampah-sampah baru
yang lain. Setelah itu, bagian atasnya ditutupi dengan suatu
penutup. Pada fase ini, letakkan drum pada tempat yang terhindar
dari terpaan air hujan. Proses pembentukan kompos terjadi dalam
waktu 3 ~ 6 bulan.

Ada pula sebuah alat yang disebut wadah pembuatan kompos,
berupa suatu kotak dengan lubang-lubang yang didalamnya
mengandung bakteri fermentasi. Dengan metode wadah pembuatan
kompos ini, tidak diperlukan lagi tanah yang luas dan pengomposan
dapat dilakukan secara bersih dalam waktu yang singkat. Satu
wadah pembuatan kompos berkapasitas 50 ~ 60 liter, sanggup
memproses sampah-sampah yang dihasilkan oleh satu rumah
tangga. Ada beberapa tipe wadah pembuatan kompos yang
tersedia: wadah plastik yang memiliki lubang-lubang yang tertutupi,
dimana bagian luarnya diselimuti oleh karpet atau karton dengan
ventilasi yang baik untuk menghindari kebocoran isi kompos di
dalamnya, ada wadah yang terbuat dari kayu, atau yang terbuat dari
keramik dan lain-lain. Yang terpenting dalam pemilihan wadah
pembuatan kompos adalah kemampuan sirkulasi penyebaran
udaranya.
Isilah setengah dari wadah dengan kompos (yang sudah matang)
atau serbuk gabah (dengan menambahkan campuran bakteri
fermentasi yang banyak digunakan dalam proses pembuatan
makanan fermentasi di daerah atau dengan menambahkan
makanan yang telah difermentasi, yang bakterinya masih hidup
sehingga dapat mempercepat proses fermentasi); kemudian,
campurkan sampah-sampah baru yang telah dicacah sekecil
mungkin ke dalam bagian berisi bakteri fermentasi (di dalam wadah)
setiap hari. Bagian atas wadah pengomposan harus ditutup dengan
kain yang mampu memberikan ventilasi yang baik dan mencegah
serangan serangga; wadah pembuatan kompos harus disimpan di
dalam ruangan atau ditaruh dibawah atap untuk mencegah
masuknya air hujan. Kelembaban adalah satu elemen lain yang
penting. Kelembaban yang sesuai adalah; ketika anda menekan
kompos, tidak terjadi tetesan air (tidak terlalu basah) dan ketika anda
mengangkat tangan, tersisa sidik jari anda (tidak terlalu kering). Bila
kelihatan terlalu basah, kompos harus ditambahkan remahan jagung
atau serbuk gergajian. Dalam waktu 3~4 bulan, wadah pembuatan
kompos akan menjadi penuh; maka keluarkan setengah isinya dan
tempatkan pada satu wadah yang lain, atau simpan dalam satu
kantong selama 2 minggu~1 bulan guna membuat kompos benarbenar
matang. Sisa yang terdapat di dalam wadah dapat dicampur
kembali sebagai bakteri fermentasi.

Sumber: Data dari kota Kita-Kyushu, Jepang

Selasa, 10 November 2009

PEMBIBITAN SUKUN

Pembibitan Sukun
Dalam kegiatan pembibitan sukun ada beberapa teknik pembiakan vegetatif yang dapat dilakukan:
Pemindahan tunas akar alami
Secara alami pohon sukun berkembang biak dengan tunas akar. Untuk merangsang tumbuhnya tunas akar alami dapat dilakukan dengan cara melukai akar yang menjalar di permukaan tanah menggunakan parang. Setelah tunas tumbuh sekitar 30 cm sudah dapat dipindahkan ke media dalam polybag/pot.
Bibit hasil sapihan ini dipelihara di persemaian sampai siap tanam.

Pencangkokan
Teknik mencangkok dilakukan untuk mendapatkan bibit dalam jumlah terbatas. Untuk memperoleh hasil yang baik maka ranting yang dicangkok harus ranting yang baru dan belum produktif (menghasilkan buah).
Cara pencangkokan tanaman sukun adalah sebagai berikut:
Kulit ranting dikupas sekitar 3 -5 cm bagian kambium pada permukaan luka dibersihkan dan dikeringkan selama sehari. Mengolesi luka bagian atas dengan zat pengatur tumbuh seperti rootone F. Menutup seluruh luka dengan campuran tanah dan kompos atau dengan media lain yang telah disemprot insektisida. Membungkus media dengan sabut kelapa atau plastik serta diikat kuat sehingga cangkok tidak goyah. Pelaksanaan yang baik adalah pada musim hujan sehingga media cangkok cukup lembab untuk pertumbuhan akar. Pengambilan hasil cangkokan dilakukan setelah cangkok berakar dengan baik yaitu setelah berumur 23 bulan. Pengambilan dilakukan dengan cara memotong pangkal cabang yang dicangkok dengan gergaji.

Hasil cangkokan segera ditanam pada media tanah di persemaian dan diberi naungan/peneduh.

Stek akar.
Teknik stek akar dilakukan untuk memperoleh bibit dalam jumlah yang besar karena bahan yang digunakan dapat diperoleh dalam jumlah banyak serta pelaksanaannya cukup mudah dan biayanya relatif murah. Pohon induk sebaiknya berumur sekitar 20 tahun biasanya lebih berhasil dibanding pohon yang muda. Pengambilan akar dilakukan dengan menggali akar kemudian dipotong sepanjang 0,5 – 1 m..
Apabila pengambilan bahan stek dilakukan di tempat yang jauh dari lokasi persemaian maka stek dijaga supaya tidak kering dibungkus menggunakan pelepah pisang atau karung goni yang basah. Akar sukun dipotong-potong menjadi stek akar sepanjang 10 – 15 cm dengan diameter rata-rata 1-2 cm. Bagian stek yang lebih muda (ujung akar) ditandai dengan dipotong miring. Hal ini akan memudahkan dalam penanaman stek supaya tidak terbalik.
Posisi stek di tanaman tegak dengan kedalaman penanaman sekitar setengah bagian dari panjang stek. Setelah ditanam segera dilakukan penyiraman kemudian bedengan ditutup dengan sungkup plastik. Setelah satu bulan dalam bedengan, stek akar mulai menumbuhkan tunas. Pada bulan ketiga akar sudah tumbuh namun daunnya masih berwarna kekuningan. Pada saat ini sungkup plastik sudah dapat dibuka secara bertahap agar bibit tidak layu dan 1-2 minggu kemudian sungkup sudah dapat dibuka sepenuhnya.

Stek pucuk.


Teknik stek batang atau stek pucuk dilakukan untuk mengantisipasi permasalahan bibit yang terlalu lama dalam polibag atau memanfaatkan tunas-tunas yang tumbuh pada stek akar. Bak stek dilengkapi dengan sungkup plastik dan naungan sarlon untuk mengurangi intensitas cahaya matahari. Bahan tanaman berupa tunas/trubusan pada stek akar dan tunas-tunas yang tumbuh dari tanaman yang ada di persemaian (kebung pangkas).
Panjang stek kira-kira 10 cm dimana satu stek mempunyai 1-2 helai daun yang kemudian dipotong 2/3 bagian. Pemotongan bagian pangkal stek dilakukan dibawah mata tunas. Sebelum ditanam pangkal diberi larutan hormon tumbuh. Penyiraman rutin harus dilakukan untuk mencegah kekeringan. Intensitas penyiraman dilakukan minimal 2 kali sehari yaitu pagi (jam 08.00-10.00) dan sore (jam 14.00-16.00).


Daftar Pustaka :
Anonimous, 2003. Panduan Teknologi Pengolahan Sukun Sebagai Bahan Pangan Alternatif. Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Kartikawati, N. K dan H.A. Adinugraha, 2003. Teknik Persemaian dan Informasi Benih Sukun. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Purwobinangun. Yogyakarta.
Koswara, S. 2006. Sukun Sebagai Cadangan Pangan Alternatif. www.ebookpangan.com

Senin, 09 November 2009

HARAPAN PLH

Kepedulian akan lingkungan hidup masih bersifat sporadic, ibarat makan obat, apabila sakit maka obat diperlukan, setelah sakitnya sembuh, obat tsb terlupakan, dan bahkan lupa dengan menjaga kesehatan diri lagi. Saat ini kepedulian terhadap lingkungan pada umumnya bersifat seperti makan obat tsb diatas, apabila bencana datang, maka penataan lingkungan diutamakan, tetapi pada saat dirasakan tidak adanya bencana rasa peduli terhadap lingkungan pun seolah tiada lagi. Sangat disadari keberadaan lingkungan hidup yang sehat, yang baik, yang teratur sangat diperlukan, tetapi terkadang sering terlupakan untuk selalu bisa meciptakan lingkungan tersebut menjadi sehat, baik, dan teratur.
Pendidikan lingkungan hidup (PLH) adalah upaya mengubah perilaku dan sikap yang dilakukan oleh berbagai pihak atau elemen masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat tentang nilai-nilai lingkungan dan isu permasalahan lingkungan yang pada akhirnya dapat menggerakan masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
Kehadiran PLH ini diharapkan dapat menambah wawasan moral akan lingkungan di sekolah, karena selama ini dirasakan kurang sekali wawasan untuk pengenalan masalah lingkungan hidup ataupun wawasan untuk pelestarian lingkungan hidup terutama wilayah KBB,
Melalui pengenalan situasi kondisi lingkungan hidup di sekolah atau pun pengenlan situasi dankodisi lingkungan hidup wilayah kabupaten Bandung Barat diharapkan siswa melalui kegiatan PLH ini semakin mengenal, mencintai keberadaan lingkungan hidupnya, serta diharapkan dapat mengupayakan solusi-solusi bagi permasalahan lingkungan hidup terutama untuk sekolahnya maupun wilayah kabupaten Bandung barat seiring pembangunan- pembangunan yang sedang dilaksanakan di wilayah kabupaten Bandung Barat tercinta ini, dan tentunya hal ini sesuai dengan Visi Bandung Barat Cermat.

Senin, 02 November 2009

PENYAKIT ENDEMIK

Wabah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Wabah adalah istilah umum untuk menyebut kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang, maupun untuk menyebut penyakit yang menyebar tersebut. Wabah dipelajari dalam epidemiologi.

Dalam epidemiologi, epidemi (dari bahasa Yunani epi- pada + demos rakyat) adalah penyakit yang timbul sebagai kasus baru pada suatu populasi tertentu manusia, dalam suatu periode waktu tertentu, dengan laju yang melampaui laju "ekspektasi" (dugaan), yang didasarkan pada pengalaman mutakhir. Dengan kata lain, epidemi adalah wabah yang terjadi secara lebih cepat daripada yang diduga. Jumlah kasus baru penyakit di dalam suatu populasi dalam periode waktu tertentu disebut incidence rate (bahasa Inggris; "laju timbulnya penyakit").

Dalam peraturan yang berlaku di Indonesia, pengertian wabah dapat dikatakan sama dengan epidemi, yaitu "berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi ... keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka" (UU 4/1984).

Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu serangan penyakit), lingkup yang lebih luas ("epidemi") atau bahkan lingkup global (pandemi).

Penyakit-yang-umum yang terjadi pada laju yang konstan namun cukup tinggi pada suatu populasi disebut sebagai endemik. Contoh penyakit endemik adalah malaria di sebagian Afrika (misalnya, Liberia). Di tempat seperti itu, sebagian besar populasinya diduga terjangkit malaria pada suatu waktu dalam masa hidupnya.

Contoh wabah yang cukup dikenal termasuk wabah pes yang terjadi di Eropa pada zaman pertengahan yang dikenal sebagai the Black Death ("kematian hitam"), pandemi influensa besar yang terjadi pada akhir Perang Dunia I, dan epidemi AIDS dewasa ini, yang oleh sekalangan pihak juga dianggap sebagai pandemi.
Jenis-jenis epidemi
Penentuan suatu kejadian sebagai epidemi dapatlah bersifat subjektif, sebagian bergantung pada hal-hal apa yang termasuk dalam "ekspektasi". Karena didasarkan pada "ekspektasi" atau yang dianggap normal, beberapa kasus timbulnya penyakit-yang-sangat-jarang seperti rabies dapat digolongkan sebagai "epidemi", sementara banyak kasus timbulnya penyakit-yang-umum (seperti pilek) tidak digolongkan sebagai epidemi.

Epidemi digolongkan dalam berbagai jenis berdasarkan pada asal-muasal dan pola penyebarannya. Epidemi dapat melibatkan paparan tunggal (sekali), paparan berkali-kali, maupun paparan terus-menerus terhadap penyebab penyakitnya. Penyakit yang terlibat dapat disebarkan oleh vektor biologis, dari orang ke orang, ataupun dari sumber yang sama seperti air yang cemar.
Endemi
Suatu infeksi dikatakan sebagai endemik (dari bahasa Yunani en- di dalam + demos rakyat) pada suatu populasi jika infeksi tersebut berlangsung di dalam populasi tersebut tanpa adanya pengaruh dari luar.

Suatu infeksi penyakit dikatakan sebagai endemik bila setiap orang yang terinfeksi penyakit tersebut menularkannya kepada tepat satu orang lain (secara rata-rata). Bila infeksi tersebut tidak lenyap dan jumlah orang yang terinfeksi tidak bertambah secara eksponensial, suatu infeksi dikatakan berada dalam keadaan tunak endemik (endemic steady state). Suatu infeksi yang dimulai sebagai suatu epidemi pada akhirnya akan lenyap atau mencapai keadaan tunak endemik, bergantung pada sejumlah faktor, termasuk virulensi dan cara penularan penyakit bersangkutan.

Dalam bahasa percakapan, penyakit endemik sering diartikan sebagai suatu penyakit yang ditemukan pada daerah tertentu. Sebagai contoh, AIDS sering dikatakan "endemik" di Afrika walaupun kasus AIDS di Afrika masih terus meningkat (sehingga tidak dalam keadaan tunak endemik). Lebih tepat untuk menyebut kasus AIDS di Afrika sebagai suatu epidemi.



Pandemi
Suatu pandemi (dari bahasa Yunani pan semua + demos rakyat) atau epidemi global atau wabah global merupakan terjangkitnya penyakit menular pada banyak orang dalam daerah geografi yang luas.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), suatu pandemi dikatakan terjadi bila ketiga syarat berikut telah terpenuhi:

timbulnya penyakit bersangkutan merupakan suatu hal baru pada populasi bersangkutan,
agen penyebab penyakit menginfeksi manusia dan menyebabkan sakit serius,
agen penyebab penyakit menyebar dengan mudah dan berkelanjutan pada manusia.
Suatu penyakit atau keadaan tidak dapat dikatakan sebagai pandemi hanya karena menewaskan banyak orang. Sebagai contoh, kelas penyakit yang dikenal sebagai kanker menimbulkan angka kematian yang tinggi namun tidak digolongkan sebagai pandemi karena tidak ditularkan.


Wabah dalam sejarah
Dalam sejarah manusia, telah terjadi banyak wabah besar atau pandemi yang cukup signifikan. Penyakit dalam wabah-wabah tersebut biasanya merupakan penyakit yang ditularkan hewan (zoonosis) yang terjadi bersama dengan domestikasi hewan—seperti influensa dan tuberkulosa. Berikut ini adalah beberapa contoh wabah besar yang pernah tercatat dalam sejarah:

Pes
Plague of Justinian ("wabah Justinian"), dimulai tahun 541, merupakan wabah pes bubonik yang pertama tercatat dalam sejarah. Wabah ini dimulai di Mesir dan merebak sampai Konstantinopel pada musim semi tahun berikutnya, serta (menurut catatan Procopius dari Bizantium) pada puncaknya menewaskan 10.000 orang setiap hari dan mungkin 40 persen dari penduduk kota tersebut. Wabah tersebut terus berlanjut dan memakan korban sampai seperempat populasi manusia di Mediterania timur.
The Black Death, dimulai tahun 1300-an. Delapan abad setelah wabah terakhir, pes bubonik merebak kembali di Eropa. Setelah mulai berjangkit di Asia, wabah tersebut mencapai Mediterania dan Eropa barat pada tahun 1348 (mungkin oleh para pedagang Italia yang mengungsi dari perang di Crimea), dan menewaskan dua puluh juta orang Eropa dalam waktu enam tahun, yaitu seperempat dari seluruh populasi atau bahkan sampai separuh populasi di daerah perkotaan yang paling parah dijangkiti.
Kolera
pandemi pertama, 1816–1826. Pada mulanya wabah ini terbatas pada daerah anak benua India, dimulai di Bengal, dan menyebar ke luar India pada tahun 1820. Penyebarannya sampai ke Republik Rakyat Cina dan Laut Kaspia sebelum akhirnya berkurang.
Pandemi kedua (1829–1851) mencapai Eropa, London pada tahun 1832, Ontario Kanada dan New York pada tahun yang sama, dan pesisir Pasifik Amerika Utara pada tahun 1834.
Pandemi ketiga (1852–1860) terutama menyerang Rusia, memakan korban lebih dari sejuta jiwa.
Pandemi keempat (1863–1875) menyebar terutama di Eropa dan Afrika.
Pandemi keenam (1899–1923) sedikit mempengaruhi Eropa karena kemajuan kesehatan masyarakat, namun Rusia kembali terserang secara parah.
Pandemi ketujuh dimulai di Indonesia pada tahun 1961, disebut "kolera El Tor" (atau "Eltor") sesuai dengan nama galur bakteri penyebabnya, dan mencapai Bangladesh pada tahun 1963, India pada tahun 1964, dan Uni Soviet pada tahun 1966.
Influensa
"Flu Asiatik", 1889–1890. Dilaporkan pertama kali pada bulan Mei 1889 di Bukhara, Rusia. Pada bulan Oktober, wabah tersebut merebak sampai Tomsk dan daerah Kaukasus. Wabah ini dengan cepat menyebar ke barat dan menyerang Amerika Utara pada bulan Desember 1889, Amerika Selatan pada Februari–April 1890, India pada Februari–Maret 1890, dan Australia pada Maret–April 1890. Wabah ini diduga disebabkan oleh virus flu tipe H2N8 dan mempunyai laju serangan dan laju mortalitas yang sangat tinggi.
"Flu Spanyol", 1918–1919. Pertama kali diidentifikasi awal Maret 1918 di basis pelatihan militer AS di Fort Riley, Kansas, pada bulan Oktober 1918 wabah ini sudah menyebar menjadi pandemi di semua benua. Wabah ini sangat mematikan dan sangat cepat menyebar (pada bulan Mei 1918 di Spanyol, delapan juta orang terinfeksi wabah ini), berhenti hampir secepat mulainya, dan baru benar-benar berakhir dalam waktu 18 bulan. Dalam enam bulan, 25 juta orang tewas; diperkirakan bahwa jumlah total korban jiwa di seluruh dunia sebanyak dua kali angka tersebut. Diperkirakan 17 juta jiwa tewas di India, 500.000 di Amerika Serikat dan 200.000 di Inggris. Virus penyebab wabah tersebut baru-baru ini diselidiki di Centers for Disease Control and Prevention, AS, dengan meneliti jenazah yang terawetkan di lapisan es (permafrost) Alaska. Virus tersebut diidentifikasikan sebagai tipe H1N1.
"Flu Asia", 1957–1958. Wabah ini pertama kali diidentifikasi di Tiongkok pada awal Februari 1957, kemudian menyebar ke seluruh dunia pada tahun yang sama. Wabah tersebut merupakan flu burung yang disebabkan oleh virus flu tipe H2N2 dan memakan korban sebanyak satu sampai empat juta orang.
"Flu Hong Kong", 1968–1969. Virus tipe H3N2 yang menyebabkan wabah ini dideteksi pertama kali di Hongkong pada awal 1968. Perkiraan jumlah korban adalah antara 750.000 dan dua juta jiwa di seluruh dunia.

Kekhawatiran akan terjadinya wabah global baru
Penyakit-penyakit yang mungkin dapat menjangkit secara pandemik mencakup di antaranya demam Lassa, demam Rift Valley, virus Marburg, virus Ebola dan Bolivian hemorrhagic fever. Namun demikian, sampai dengan tahun 2004, kemunculan penyakit-penyakit tersebut pada populasi manusia sangatlah virulen sampai-sampai tidak tersisa lagi dan hanya terjadi di daerah geografis terbatas. Dengan demikian, saat ini penyakit-penyakit tersebut berdampak terbatas bagi manusia.

HIV—virus penyebab AIDS—dapat dianggap sebagai suatu pandemi, namun saat ini paling meluas di Afrika bagian selatan dan timur. Virus tersebut ditemukan terbatas pada sebagian kecil populasi pada negara-negara lain, dan menyebar dengan lambat di negara-negara tersebut. Pandemi yang dikhawatirkan dapat benar-benar berbahaya adalah pandemi yang mirip dengan HIV, yaitu penyakit yang terus-menerus berevolusi.

Pada tahun 2003, terdapat kekhawatiran bahwa SARS, suatu bentuk baru pneumonia yang sangat menular, dapat menjadi suatu pandemi.

Selain itu, terdapat catatan pandemi influensa tiap 20–40 tahun dengan tingkat keparahan berbeda-beda. Pada Februari 2004, virus flu burung dideteksi pada babi di Vietnam, sehingga meningkatkan kekhawatiran akan munculnya galur virus baru. Yang ditakutkan adalah bahwa jika virus flu burung bergabung dengan virus flu manusia (yang terdapat pada babi maupun manusia), subtipe virus baru yang terbentuk akan sangat menular dan mematikan pada manusia. Subtipe virus semacam itu dapat menyebabkan wabah global influensa yang serupa dengan flu Spanyol ataupun pandemi lebih kecil seperti flu Hong Kong.

Antara Oktober 2004 dan Februari 2005, sekitar 3.700 perangkat uji yang mengandung virus penyebab Flu Asia 1957 tanpa sengaja terkirim ke seluruh dunia dari sebuah laboratorium di Amerika Serikat [1].

Pada bulan November 2004, direktur WHO daerah barat menyatakan bahwa pandemi influensa tak dapat dihindari dan mendesak dibuatnya rancangan untuk mengatasi virus influensa.

Pada bulan Oktober 2005, kasus flu burung (dari galur mematikan H5N1) ditemukan di Turki setelah memakan sejumlah korban jiwa di berbagai negara (termasuk Indonesia) sejak pertama kali diidentifikasi pada tahun 2003. Namun demikian, pada akhir Oktober 2005 hanya 67 orang meninggal akibat H5N1; hal ini tidak serupa dengan pandemi-pandemi influensa yang pernah terjadi.

ADIWIYATA

Apa Itu
ADIWIYATA ?
Adiwiyata mempunyai pengertian atau makna: Tempat yang baik dan ideal dimana dapat diperoleh segala ilmu pengetahuan dan berbagai norma serta etika yang dapat menjadi dasar manusia menuju terciptanya kesejahteraan hidup dan menuju kepada cita-cita pembangunan berkelanjutan.

TUJUAN PROGRAM ADIWIYATA
Menciptakan kondisi yang baik bagi sekolah untuk menjadi tempat pembelajaran dan penyadaran warga sekolah, sehingga di kemudian hari warga sekolah tersebut dapat turut bertanggung jawab dalam upaya-upaya penyelamatan lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan.
Kegiatan utama diarahkan pada terwujudnya kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah di Indonesia. Disamping pengembangan norma-norma dasar yang antara lain: kebersamaan, keterbukaan, kesetaraan, kejujuran, keadilan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. Serta penerapan prinsip dasar yaitu: partisipatif, dimana komunitas sekolah terlibat dalam manajemen sekolah yang meliputi keseluruhan proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sesuai tanggung jawab dan peran; serta berkelanjutan, dimana seluruh kegiatan harus dilakukan secara terencana dan terus menerus secara komperensif.

INDIKATOR DAN KRITERIA PROGRAM ADIWIYATA
Dalam mewujudkan Program Adiwiyata telah ditetapkan 4 (empat) indikator :
A. Pengembangan Kebijakan Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan
B. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan
C. Pengembangan Kegiatan Berbasis Partisipatif
D. Pengembangan dan atau Pengelolaan Sarana Pendukung Sekolah


PENGHARGAAN ADIWIYATA
Pada dasarnya program Adiwiyata tidak ditujukan sebagai suatu kompetisi atau lomba. Penghargaan Adiwiyata diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada sekolah yang mampu melaksanakan upaya peningkatan pendidikan lingkungan hidup secara benar, sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan. Penghargaan diberikan pada tahapan pemberdayaan (selama kurun waktu kurang dari 3 tahun) dan tahap kemandirian (selama kurun waktu lebih dari 3 tahun).
Pada tahap awal, penghargaan Adiwiyata dibedakan atas 2 (dua) kategori, yaitu:
1. Sekolah Adiwiyata adalah, sekolah yang dinilai telah berhasil dalam
melaksanakan Pendidikan Lingkungan Hidup.
2. Calon Sekolah Adiwiyata adalah. Sekolah yang dinilai telah berhasil dalam
Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup.

Pada tahun 2007 kuesioner yang diterima oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup dari seluruh Indonesia sebanyak 146 sekolah yang berasal dari 17 propinsi. Setelah melalui tahaptahap seleksi penilaian, maka ditetapkanlah 30 sekolah sebagai calon model sekolah Adiwiyata tahun 2007. Sedangkan 10 sekolah yang telah terseleksi sebelumnya di tahun 2006 (meliputi ruang lingkup Pulau Jawa) ditetapkan sebagai sekolah penerima penghargaan Adiwiyata sesuai dengan kategori pencapaiannya.

TATA CARA PENGUSULAN
CALON PENERIMA PENGHARGAAN ADIWIYATA
Setiap Sekolah dapat diajukan oleh Pemerintah Daerah sebagai calon Sekolah Adiwiyata sesuai dengan kuota yang ditetapkan oleh Kantor Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Pengajuan calon sebagaimana dimaksud diatas dilakukan dengan mengisi kuesioner dan menyertai lampiran yang diperlukan sesuai dengan formulir yang telah disediakan oleh Kantor Negara Lingkungan Hidup.
Calon sekolah Adiwiyata dan sekolah Adiwiyata akan diteliti lebih lanjut oleh Dewan Pertimbangan Adiwiyata.
Penerima penghargaan calon dan sekolah Adiwiyata ditetapkan dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup.

MEKANISME PENILAIAN PROGRAM ADIWIYATA
Pada dasarnya peluang mengikuti program Adiwiyata terbuka bagi seluruh sekolah di tanah air Indonesia. Mengingat keterbatasan yang ada dan kepentingan dari semua pihak terkait, maka dalam proses seleksi dan peni laian, Kementerian Negara Lingkungan Hidup dibantu oleh berbagai pihak, antara lain: Pemerintah Daerah setempat (dalam hal ini dikoordinir oleh BPLHD/Bapedalda Propinsi), bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Akademisi dan pihak swasta lainnya.
Tim Penilai Adiwiyata pun terdiri dari berbagai pemangku kepentingan yaitu: Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Departemen Pendidikan Nasional, LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Jaringan Pendidikan Lingkungan, Perguruan Tinggi, Swasta dll. Sedangkan Dewan Pengesahan Adiwiyata terdiri dari Pakar Lingkungan, Pakar Pendidikan Lingkungan, wakil dari Perguruan Tinggi dlsbnya.